Rabu, 15 Juni 2011

kimia larutan

BAB V
KIMIA LARUTAN
PENDAHULUAN
Reaksi kimia biasanya berlangsung antara dua campuran zat, bukannya antara dua zat murni. Satu tipe lazim dari campuran adalah larutan. Dalam alam kebanyakan reaksi berkangsung dalam larutan air. Cairan tubuh baik tumbuhan maupun hewan adalah larutan dalam air dari banyak zat. Reaksi disamudra, danau dan sungai melibatkan larutan. Dalam tanah reaksi utama berlangsung dalam lapisan-lapisan tipis larutan yang diadsorpsi pada padatan, bahkan dalam daerah gurun sekalipun.
Kuantitas relative suatu zat tertentu dalam suatu larutan disebut konsentrasi. Konsentrasi merupakan faktor penting dalam menentukan cepatnya suatu reaksi berlangsung dan dalam menentukan produk-produk apa yang terbentuk. Terapat banyak tipe larutan yang berlainan. Senyawa dan larutan dikelompokkan menurut daya hantar jenis listriknya. Dalam bab ini akan dibahas komponen larutan, konsentrasi larutan, sifat koligatif larutan dan sub-sub bab yang lainnya.







1. Komponen Larutan
Larutan adalah campuran homogen (komposisinya sama), serba sama (ukuran partikelnya), tidak ada bidang batas antara zat pelarut dengan zat terlarut (tidak dapat dibedakan secara langsung antara zat pelarut dengan zat terlarut), partikel- partikel penyusunnya berukuran sama (baik ion, atom, maupun molekul) dari dua zat atau lebih. Dalam larutan fase cair, pelarutnya (solvent) adalah cairan, dan zat yang terlarut di dalamnya disebut zat terlarut (solute), bisa berwujud padat, cair, atau gas. Dengan demikian, larutan = pelarut (solvent) + zat terlarut (solute). Khusus untuk larutan cair, maka pelarutnya adalah volume terbesar.
Ada 2 reaksi dalam larutan, yaitu:
a) Eksoterm, yaitu proses melepaskan panas dari sistem ke lingkungan, temperatur dari campuran reaksi akan naik dan energi potensial dari zat- zat kimia yang bersangkutan akan turun.
b) Endoterm, yaitu menyerap panas dari lingkungan ke sistem, temperatur dari campuran reaksi akan turun dan energi potensial dari zat- zat kimia yang bersangkutan akan naik.
Larutan dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
a) Larutan tak jenuh yaitu larutan yang mengandung solute (zat terlarut) kurang dari yang diperlukan untuk membuat larutan jenuh. Atau dengan kata lain, larutan yang partikel- partikelnya tidak tepat habis bereaksi dengan pereaksi (masih bisa melarutkan zat). Larutan tak jenuh terjadi apabila bila hasil kali konsentrasi ion < Ksp berarti larutan belum jenuh ( masih dapat larut). b) Larutan jenuh yaitu suatu larutan yang mengandung sejumlah solute yang larut dan mengadakan kesetimbangn dengan solut padatnya. Atau dengan kata lain, larutan yang partikel- partikelnya tepat habis bereaksi dengan pereaksi (zat dengan konsentrasi maksimal). Larutan jenuh terjadi apabila bila hasil konsentrasi ion = Ksp berarti larutan tepat jenuh. c) Larutan sangat jenuh (kelewat jenuh) yaitu suatu larutan yang mengandung lebih banyak solute daripada yang diperlukan untuk larutan jenuh. Atau dengan kata lain, larutan yang tidak dapat lagi melarutkan zat terlarut sehingga terjadi endapan. Larutan sangat jenuh terjadi apabila bila hasil kali konsentrasi ion > Ksp berarti larutan lewat jenuh (mengendap).
Berdasarkan banyak sedikitnya zat terlarut, larutan dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
a) Larutan pekat yaitu larutan yang mengandung relatif lebih banyak solute dibanding solvent.
b) Larutan encer yaitu larutan yang relatif lebih sedikit solute dibanding solvent
2. Konsentrasi Larutan
Konsentrasi larutan dapat dibedakan secara kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif, larutan dapat dibedakan menjadi larutan pekat dan larutan encer. Dalam larutan encer, massa larutan sama dengan massa pelarutnya karena massa jenis larutan sama dengan massa jenis pelarutnya. Secara kuantitatif, larutan dibedakan berdasarkan satuan konsentrasinya. Ada beberapa proses melarut (prinsip kelarutan), yaitu:
a) Cairan- cairan
Kelarutan zat cair dalam zat cair sering dinyatakan “Like dissolver like” maknanya zat- zat cair yang memiliki struktur serupa akan saling melarutkan satu sama lain dalam segala perbandingan. Contohnya: heksana dan pentana, air dan alkohol => H- OH dengan C2H5- OH.
Perbedaan kepolaran antara zat terlarut dan zat pelarut pengaruhnya tidak besar terhadap kelarutan. Contohnya: CH3Cl (polar) dengan CCl4 (non- polar).Larutan ini terjadi karena terjadinya gaya antar aksi, melalui gaya dispersi (peristiwa menyebarnya zat terlarut di dalam zat pelarut) yang kuat. Di sini terjadi peristiwa soluasi, yaitu peristiwa partikel- partikel pelarut menyelimuti (mengurung) partikel terlarut. Untuk kelarutan cairan- cairan dipengaruhi juga oleh ikatan Hydrogen.
b)Padat- cair
Padatan umumnya memiliki kelarutan terbatas di cairan hal ini disebabkan gaya tarik antar molekul zat padat dengan zat padat > zat padat dengan zat cair. Zat padat non- polar (sedikit polar) besar kelarutannya dalam zat cair yang kepolarannya rendah. Contohnya: DDT memiliki struktur mirip CCl4 sehingga DDT mudah larut di dalam non- polar (contoh minyak kelapa), tidak mudah larut dalam air (polar).
c) Gas- cairan
Ada 2 prinsip yang mempengaruhi kelarutan gas dalam cairan, yaitu:
Ø Makin tinggi titik cair suatu gas, makin mendekati zat cair gaya tarik antar molekulnya. Gas dengan titik cair lebih tinggi, kelarutannya lebih besar.
Ø Pelarut terbaik untuk suatu gas ialah pelarut yang gaya tarik antar molekulnya sangat mirip dengan yang dimiliki oleh suatu gas.
Titik didih gas mulia dari atas ke bawah dalam suatu sistem periodik, makin tinggi, dan kelarutannya makin besar.
Pengaruh temperatur (T) dan tekanan (P) terhadap kelarutan, yaitu peningkatan temperatur menguntungkan proses endotermis, sebaliknya penurunan temperatur menguntungkan proses eksotermis. Proses kelarutan zat padat dalam zat cair umumnya berlangsung endoterm akibatnya kenaikan temperatur menaikkan kelarutan. Proses kelarutan gas dalam cair berlangsung eksoterm akibatnya kenaikan temparatur menurunkan kelarutan.
Menyatakan konsentrasi larutan ada beberapa macam, di antaranya:
a. FRAKSI MOL
Fraksi mol adalah perbandingan antara jumiah mol suatu komponen dengan jumlah mol seluruh komponen yang terdapat dalam larutan.

Fraksi mol dilambangkan dengan X.

Contoh:
Suatu larutan terdiri dari 3 mol zat terlarut A den 7 mol zat terlarut B. maka:
XA = nA / (nA + nB) = 3 / (3 + 7) = 0.3
XB = nB /(nA + nB) = 7 / (3 + 7) = 0.7
* XA + XB = 1
b. PERSEN BERAT
Persen berat menyatakan gram berat zat terlarut dalam 100 gram larutan.
Contoh:
Larutan gula 5% dalam air, artinya: dalam 100 gram larutan terdapat :
- gula = 5/100 x 100 = 5 gram
- air = 100 - 5 = 95 gram
c. MOLALITAS (m)

Molalitas menyatakan mol zat terlarut dalam 1000 gram pelarut.

Contoh:
Hitunglah molalitas 4 gram NaOH (Mr = 40) dalam 500 gram air !
- molalitas NaOH = (4/40) / 500 gram air = (0.1 x 2 mol) / 1000 gram air = 0,2 m
d. MOLARITAS (M)

Molaritas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam 1 liter larutan.
Contoh:
Berapakah molaritas 9.8 gram H2SO4 (Mr= 98) dalam 250 ml larutan ?
- molaritas H2SO4 = (9.8/98) mol / 0.25 liter = (0.1 x 4) mol / liter = 0.4 M
e. NORMALITAS (N)

Normalitas menyatakan jumlah mol ekivalen zat terlarut dalam 1 liter larutan.
Untuk asam, 1 mol ekivalennya sebanding dengan 1 mol ion H+.
Untuk basa, 1 mol ekivalennya sebanding dengan 1 mol ion OH-.
Antara Normalitas dan Molaritas terdapat hubungan :

N = M x valensi
3. Sifat Koligatif Larutan Non elektrolit
Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang tidak tergantung pada macamnya zat terlarut tetapi semata-mata hanya ditentukan oleh banyaknya zat terlarut (konsentrasi zat terlarut).
Sifat koligatif meliputi:
1. Penurunan tekanan uap jenuh
2. Kenaikan titik didih
3. Penurunan titik beku
4. Tekanan osmotik
Banyaknya partikel dalam larutan ditentukan oleh konsentrasi larutan dan sifat Larutan itu sendiri. Jumlah partikel dalam larutan non elektrolit tidak sama dengan jumlah partikel dalam larutan elektrolit, walaupun konsentrasi keduanya sama. Hal ini dikarenakan larutan elektrolit terurai menjadi ion-ionnya, sedangkan larutan non elektrolit tidak terurai menjadi ion-ion. Dengan demikian sifat koligatif larutan dibedakan atas sifat koligatif larutan non elektrolit dan sifat koligatif larutan elektrolit.
PENURUNAN TEKANAN UAP JENUH
Pada setiap suhu, zat cair selalu mempunyai tekanan tertentu. Tekanan ini adalah tekanan uap jenuhnya pada suhu tertentu. Penambahan suatu zat ke dalam zat cair menyebabkan penurunan tekanan uapnya. Hal ini disebabkan karena zat terlarut itu mengurangi bagian atau fraksi dari pelarut, sehingga kecepatan penguapanberkurang.
Menurut RAOULT:
p = po . XB
dimana:
p = tekanan uap jenuh larutan
po = tekanan uap jenuh pelarut murni
XB = fraksi mol pelarut
Karena XA + XB = 1, maka persamaan di atas dapat diperluas menjadi:
P = Po (1 - XA)
P = Po - Po . XA
Po - P = Po . XA
sehingga:
DP = po . XA
dimana:

DP = penunman tekanan uap jenuh pelarut
po = tekanan uap pelarut murni
XA = fraksi mol zat terlarut

KENAIKAN TITIK DIDIH
Adanya penurunan tekanan uap jenuh mengakibatkan titik didih larutan lebih tinggi dari titik didih pelarut murni.
Untuk larutan non elektrolit kenaikan titik didih dinyatakan dengan:
DTb = m . Kb
dimana:
DTb = kenaikan titik didih (oC)
m = molalitas larutan
Kb = tetapan kenaikan titik didih molal
Karena : m = (W/Mr) . (1000/p) ; (W menyatakan massa zat terlarut)
Maka kenaikan titik didih larutan dapat dinyatakan sebagai:
DTb = (W/Mr) . (1000/p) . Kb
Apabila pelarutnya air dan tekanan udara 1 atm, maka titik didih larutan dinyatakan sebagai:
Tb = (100 + DTb)oC
PENURUNAN TITIK BEKU
Untuk penurunan titik beku persamaannya dinyatakan sebagai :
DTf = m . Kf = W/Mr . 1000/p . Kf
dimana:
DTf = penurunan titik beku
m = molalitas larutan
Kf = tetapan penurunan titik beku molal
W = massa zat terlarut
Mr = massa molekul relatif zat terlarut
p = massa pelarut
Apabila pelarutnya air dan tekanan udara 1 atm, maka titik beku larutannya dinyatakan sebagai:
Tf = (O - DTf)oC

TEKANAN OSMOTIK

Tekanan osmotik adalah tekanan yang diberikan pada larutan yang dapat menghentikan perpindahan molekul-molekul pelarut ke dalam larutan melalui membran semi permeabel (proses osmosis).
Menurut VAN'T HOFF tekanan osmotik mengikuti hukum gas ideal:
PV = nRT
Karena tekanan osmotik = p , maka :
p = n/V R T = C R T
dimana :
p = tekanan osmotik (atmosfir)
C = konsentrasi larutan (mol/liter= M)
R = tetapan gas universal = 0.082 liter.atm/moloK
T = suhu mutlak (oK)
- Larutan yang mempunyai tekanan osmotik lebih rendah dari yang lain
disebut larutan Hipotonis.
- Larutan yang mempunyai tekanan osmotik lebih tinggi dari yang lain
disebut larutan Hipertonis.
- Larutan-larutan yang mempunyai tekanan osmotik sama disebut
Isotonis.
4. Larutan Elektrolit
Larutan elektrolit adalah larutan yang dapat menghantarkan arus listrik.
Larutan ini dibedakan atas :
1. ELEKTROLIT KUAT
Larutan elektrolit kuat adalah larutan yang mempunyai daya hantar listrik yang kuat, karena zat terlarutnya didalam pelarut (umumnya air), seluruhnya berubah menjadi ion-ion (alpha = 1).

Yang tergolong elektrolit kuat adalah:
a. Asam-asam kuat, seperti : HCl, HCl03, H2SO4, HNO3 dan lain-lain.
b. Basa-basa kuat, yaitu basa-basa golongan alkali dan alkali tanah, seperti: NaOH, KOH, Ca(OH)2, Ba(OH)2 dan lain-lain.
c. Garam-garam yang mudah larut, seperti: NaCl, KI, Al2(SO4)3 dan lain-lain

2. ELEKTROLIT LEMAH

Larutan elektrolit lemah adalah larutan yang daya hantar listriknya lemah dengan harga derajat ionisasi sebesar: O < alpha < 1. Yang tergolong elektrolit lemah: a. Asam-asam lemah, seperti : CH3COOH, HCN, H2CO3, H2S dan lain-lain b. Basa-basa lemah seperti : NH4OH, Ni(OH)2 dan lain-lain c. Garam-garam yang sukar larut, seperti : AgCl, CaCrO4, PbI2 dan lain-lain. Teori Asam Basa A. MENURUT ARRHENIUS Menurut teori Arrhenius, zat yang dalam air menghasilkan ion H + disebut asam danbasa adalah zat yang dalam air terionisasi menghasilkan ion OH - . HCl --> H + + Cl -
NaOH --> Na + + OH -
Asam dikatakan kuat atau lemah berdasarkan daya hantar listrik molar. Larutan dapat menghantarkan arus listrik kalau mengandung ion, jadi semakin banyak asam yang terionisasi berarti makin kuat asamnya. Asam kuat berupa elektrolit kuat dan asam lemah merupakan elektrolit lemah. Teori Arrhenius memang perlu perbaikan sebab dalam lenyataan pada zaman modern diperlukan penjelasanyang lebih bisa diterima secara logik dan berlaku secara umum. Sifat larutan amoniak diterangkan oleh teori Arrhenius sebagai berikut:
NH 4 OH --> NH 4 + + OH -
Jadi menurut Svante August Arrhenius (1884) asam adalah spesi yang mengandung H + dan basa adalah spesi yang mengandung OH -, dengan asumsi bahwa pelarut tidak berpengaruh terhadap sifat asam dan basa.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa:

Asam ialah senyawa yang dalam larutannya dapat menghasilkan ion H + .
Basa ialah senyawa yang dalam larutannya dapat menghasilkan ion OH - .
B. MENURUT BRONSTED-LOWRY
Asam ialah proton donor, sedangkan basa adalah proton akseptor.
Teori asam basa dari Arrhenius ternyata tidak dapat berlaku untuk semua pelarut, karena khusus untuk pelarut air. Begitu juga tidak sesuai dengan reaksi penggaraman karena tidak semua garam bersifat netral, tetapi ada juga yang bersifat asam dan ada yang bersifat basa.
Konsep asam basa yang lebih umum diajukan oleh Johannes Bronsted, basa adalah zat yang dapat menerima proton. Ionisasi asam klorida dalam air ditinjau sebagai perpindahan proton dari asam ke basa.
HCl + H 2 O --> H 3 O + + Cl -
Demikian pula reaksi antara asam klorida dengan amoniak, melibatkan perpindahan proton dari HCl ke NH 3 .
HCl + NH 3 ⇄ NH 4 + + Cl -
Ionisasi asam lemah dapat digambarkan dengan cara yang sama.
HOAc + H 2 O ⇄ H 3 O + + OAc -
Pada tahun 1923 seorang ahli kimia Inggris bernama T.M. Lowry juga mengajukan hal yang sama dengan Bronsted sehingga teori asam basanya disebut Bronsted-Lowry. Perlu diperhatikan disini bahwa H + dari asam bergabung dengan molekul air membentuk ion poliatomik H 3 O + disebut ion Hidronium.
Reaksi umum yang terjadi bila asam dilarutkan ke dalam air adalah:
HA + H 2 O ⇄ H 3 O + + A -
asam basa asam konjugasi basa konjugasi
asam konjugasi terbentuk kalau proton masih tinggal setelah asam kehilangan satu proton. Keduanya merupakan pasangan asam basa konjugasi yang terdi dari dua zat yang berhubungan satu sama lain karena pemberian proton atau penerimaan proton
Johannes N. Bronsted dan Thomas M. Lowry membuktikan bahwa tidak semua asam mengandung ion H + dan tidak semua basa mengandung ion OH - .
Bronsted – Lowry mengemukakan teori bahwa asam adalah spesi yang memberi H + ( donor proton ) dan basa adalah spesi yang menerima H + (akseptor proton). Jika suatu asam memberi sebuah H + kepada molekul basa, maka sisanya akan menjadi basa konjugasi dari asam semula. Begitu juga bila basa menerima H + maka sisanya adalah asam konjugasi dari basa semula.
Teori Bronsted – Lowry jelas menunjukkan adanya ion Hidronium (H 3 O + ) secara nyata.
C. Menurut G. N. Lewis
Selain dua teori mengenai asam basa seperti telah diterangkan diatas, masih ada teori yang umum, yaitu teori asam basa yang diajukan oleh Gilbert Newton Lewis ( 1875-1946 ) pada awal tahun 1920. Lewis lebih menekankan pada perpindahan elektron bukan pada perpindahan proton, sehingga ia mendefinisikan : asam penerima pasangan elektron dan basa adalah donor pasangan elekton. Nampak disini bahwa asam Bronsted merupakan asam Lewis dan begitu juga basanya. Perhatikan reaksi berikut:
Reaksi antara proton dengan molekul amoniak secara Bronsted dapat diganti dengan cara Lewis. Untuk reaksi-reaksi lainpun dapat diganti dengan reaksi Lewis, misalnya reaksi antara proton dan ion Hidroksida:
Ternyata teori Lewis dapat lebih luas meliput reaksi-reaksi yang tidak ternasuk asam basa Bronsted-Lowry, termasuk kimia Organik misalnya:
CH 3 + + C 6 H 6 ⇄ C 6 H 6 CH 3 +

Hubungan antara teori Bronsted-Lowry dan teori Arrhenius
Teori Bronsted-Lowry tidak berlawanan dengan teori Arrhenius – Teori Bronsted-Lowry merupakan perluasan teori Arrhenius.
Ion hidroksida tetap berlaku sebagai basa karena ion hidroksida menerima ion hidrogen dari asam dan membentuk air.
Asam menghasilkan ion hidrogen dalam larutan karena asam bereaksi dengan molekul air melalui pemberian sebuah proton pada molekul air.
Ketika gas hidrogen klorida dilarutkan dalam air untuk menghasilkan asam hidroklorida, molekul hidrogen klorida memberikan sebuah proton (sebuah ion hidrogen) ke molekul air. Ikatan koordinasi (kovalen dativ) terbentuk antara satu pasangan mandiri pada oksigen dan hidrogen dari HCl. Menghasilkan ion hidroksonium, H3O+.


Ketika asam yang terdapat dalam larutan bereaksi dengan basa, yang berfungsi sebagai asam sebenarnya adalah ion hidroksonium. Sebagai contoh, proton ditransferkan dari ion hidroksonium ke ion hidroksida untuk mendapatkan air.

Tampilan elektron terluar, tetapi mengabaikan elektron pada bagian yang lebih dalam:

Hubungan antara teori Lewis dan teori Bronsted-Lowry
Basa Lewis
Hal yang paling mudah untuk melihat hubungan tersebut adalah dengan meninjau dengan tepat mengenai basa Bronsted-Lowry ketika basa Bronsted-Lowry menerima ion hidrogen. Tiga basa Bronsted-Lowry dapat kita lihat pada ion hidroksida, amonia dan air, dan ketianya bersifat khas.


Teori Bronsted-Lowry mengatakan bahwa ketiganya berperilaku sebagai basa karena ketiganya bergabung dengan ion hidrogen. Alasan ketiganya bergabung dengan ion hidrigen adalah karena ketiganya memiliki pasangan elektron mandiri – seperti yang dikatakan oleh Teori Lewis. Keduanya konsisten.
Larutan Penyangga
Larutan penyangga atau larutan buffer adalah larutan yang dapat mempertahankan pH pada kisarannya. Jika pada suatu larutan penyangga ditambah sedikit asam atau ditambahkan sedikit basa atau diencerkan, maka pH larutan tidak berubah.
1. Larutan Penyangga Asam
Larutan ini dapat mempertahankan pH pada daerah asam (pH < 7). Larutan penyangga asam terdiri dari asam lemah (HA) dan basa konjugasinya (A - ). Larutan ini dapat dibuat dengan mencampurkan larutan asam lemah dengan garamnya. Contoh, larutan penyangga dari campuran asam asetat dengan natrium asetat. Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut. CH 3 COOH (aq) --> CH 3 COO - (aq) + H + (aq)
Larutan ini juga dapat dibuat dari campuran asam lemah dengan basa kuat, dengan catatan basa kuat harus habis bereaksi, sehingga pada akhir reaksi hanya terdapat asam lemah dan garamnya (basa konjugasinya).
CH 3 COOH (aq) + NaOH (aq) --> CH 3 COONa (aq) + H 2 O (l)
HA (aq) --> A - (aq) + H + (aq)
Asam lemah Basa konjugasi
2. Larutan Penyangga Basa
Larutan ini dapat mempertahankan pH pada daerah basa (pH > 7). Larutan penyangga basa terdiri dari basa lemah (B) dan asam konjugasinya (BH + ). Larutan ini bisa dibuat dengan mencampurkan larutan basa lemah dengan garamnya. Contoh, larutan penyangga dari campuran amonia dengan amonium klorida. Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut.
NH 3 (aq) + H + (aq) --> NH 4 + (aq)
Larutan ini juga dapat dibuat dari campuran basa lemah dengan asam kuat, dengan catatan asam kuat harus habis bereaksi, sehingga pada akhir reaksi hanya terdapat basa lemah dan garamnya (asam konjugasinya). Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut.
NH 3(aq) + HCl (aq) --> NH 4 Cl (aq)
reaksi kesetimbangan pada larutan penyangga adalah sebagai berikut
B (aq) + H 2 O (l) --> BH + (aq) + OH - (aq)
Penentuan pH Larutan Garam
Larutan garam yang berasal dari asam kuat dan basa lemah bersifat asam.
Larutan garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat bersifat basa.
Larutan garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah dapat bersifat asam, basa dan netral. Ini tergantung pada bergantung pada kekuatan relatif asam atau basa dari garam yang terbentuk. Untuk jenis garam ini baik kation maupun anion dapat bereaksi dengan air (ter hidrolis), maka dapat dikatakan bahwa garam jenis ini mengalami hidrolis total.
Untuk menentukan pH larutan garam yang bersal dari Asam lemah dan Basa lemah, secara kuantitaif sukar dikaitkan dengan harga Ka dan Kb maupun dengan konsentrat garamnya. pH yang tepat hanya dapat ditentukan dengan cara pengukuran. Namun pH garam dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus :
[H+] = Kw x Ka
Untuk suatu garam AB yang sukar larut berlaku ketentuan, jika:
- [A+] x [B-] < Ksp ® larutan tak jenuh; tidak terjadi pengendapan - [A+] x [B-] = Ksp ® larutan tepat jenuh; larutan tepat mengendap - [A+] x [B-] > Ksp ® larutan kelewat jenuh; di sini terjadi pengendapan zat

A. DEFINISI TITRASI ASAM BASA
Salah satu aplikasi stoikiometri larutan adalah titrasi. Titrasi merupakan suatu metode yang bertujuan untuk menentukan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi yang telah diketahui agar tepat habis bereaksi dengan sejumlah larutan yang dianalisis atau ingin diketahui kadarnya atau konsentrasinya. Suatu zat yang akan ditentukan konsentrasinya disebut sebagai “titran” dan biasanya diletakkan di dalam labu Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai “titer” atau “titrat” dan biasanya diletakkan di dalam “buret”. Baik titer maupun titran biasanya berupa larutan.
Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatkan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa atau aside alkalimetri, titrasi redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatkan pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya.
B. PRINSIP TITRASI ASAM BASA
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau sebaliknya. Titrant ditambahkan titer tetes demi tetes sampai mencapai keadaan ekuivalen ( artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi) yang biasanya ditandai dengan berubahnya warna indikator. Keadaan ini disebut sebagai “titik ekuivalen”, yaitu titik dimana konsentrasi asam sama dengan konsentrasi basa atau titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama dengan jumlah asam yang dinetralkan : [H+] = [OH-]. Sedangkan keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator disebut sebagai “titik akhir titrasi”. Titik akhir titrasi ini mendekati titik ekuivalen, tapi biasanya titik akhir titrasi melewati titik ekuivalen. Oleh karena itu, titik akhir titrasi sering disebut juga sebagai titik ekuivalen.

Pada saat titik ekuivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian catat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titran, volume dan konsentrasi titer maka bisa dihitung konsentrasi titran tersebut.

Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan (netralisasi). Salah satu contoh titrasi asam basa yaitu titrasi asam kuat-basa kuat seperti natrium hidroksida (NaOH) dengan asam hidroklorida (HCl), persamaan reaksinya sebagai berikut:
NaOH(aq) + HCl(aq) NaCl (aq) + H2O(l)
C. CARA MENGETAHUI TITIK EKUIVALEN
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa, antara lain:
1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian membuat plot antara pH dengan volume titran untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah “titik ekuivalen”.
2. Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan dua hingga tiga tetes (sedikit mungkin) pada titran sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi dihentikan. Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indikator yang perubahan warnanya dipengaruhi oleh pH.
D. RUMUS UMUM TITRASI
Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalen asam akan sama dengan mol-ekuivalen basa, maka hal ini dapat ditulis sebagai berikut:
mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa
Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara normalitas (N) dengan volume, maka rumus diatas dapat ditulis sebagai berikut:
N asam x V asam = N asam x V basa
Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+ pada asam atau jumlah ion OH- pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:
(n x M asam) x V asam = (n x M basa) x V basa
Keterangan :
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = Jumlah ion H +(pada asam) atau OH- (pada basa)
E. INDIKATOR ASAM BASA
TABEL DAFTAR INDIKATOR ASAM BASA
NAMA pH RANGE WARNA TIPE(SIFAT)
Biru timol 1,2-2,8 merah - kuning asam
Kuning metil 2,9-4,0 merah - kuning basa
Jingga metil 3,1 – 4,4 merah - jingga basa
Hijau bromkresol 3,8-5,4 kuning - biru asam
Merah metil 4,2-6,3 merah - kuning basa
Ungu bromkresol 5,2-6,8 kuning - ungu asam
Biru bromtimol 6,2-7,6 kuning - biru asam
Merah fenol 6,8-8,4 kuning - merah asam
Ungu kresol 7,9-9,2 kuning - ungu asam
Fenolftalein 8,3-10,0 t.b. - merah asam
Timolftalein 9,3-10,5 t.b. - biru asam
Kuning alizarin 10,0-12,0 kuning - ungu basa





KESIMPULAN
Reaksi kimia berlangsung dalam larutan. Suatu larutan terdiri dari pelrut dan suatu zat terlarut. Suatu larutan dapat dinyatakan secara kualitatif sebagai larutan pekat dan larutan encer. Kelarutan suatu zat yang melarut adalah kuantitas zat tersebut yang menghasilkan suatu larutan jenuh dengan jumlah tertentu. Suatu larutan tak jenuh mengandung zat terlarut yang kurang dibandingkan dengan suatu larutan jenuh. Suatu larutan lewat jenuh mengandung zat terlarut lebih daripada yang normalnya pada temperatur tersebut. Akhirnya kuantitas yang berlebihan itu akan mengendap.
Konsentrasi suatu larutan bergantung pada sifat dasar larutan, cara bibuat dan mengapa konsentrasi itu harus diketahui. Cara yang paling sederhana adalah sebagai persen bobot dan persen volume. Sering kali berguna untuk mengetahui fraki mol dari pelarut an zat terlarut, fraksi mol kali seratus adalah persen mol. Tiga cara yang berguna untuk menyatakan konsentrasi adalah molalitas (m), molaritas (M), danwa normalitas (N). Dalam suatu reaksi, satu ekuivalen satu zat akan bereaksi dengan satu ekuivalen zat yang lain.
Semua senyawa adalah elektrolit atau non-elektrolit bila berbentuk lelehan murni maupun keadaan terlarut. Larutan ion adalah larutan senyawa ion yang bersifat elektrolit kuat atau senyawa kovalen polar, yang kebanyakan adalah elektrolit lemah. Suatu larutan ion dalam suatu reaksi redoks belangsung akibat lewatnya suatu arus listrik dikatakan mengalami elektrolisis.



CONTOH SOAL

1. Hitunglah penurunan tekanan uap jenuh air, bila 45 gram glukosa (Mr = 180) dilarutkan dalam 90 gram air !
Diketahui tekanan uap jenuh air murni pada 20oC adalah 18 mmHg.
Jawab:
mol glukosa = 45/180 = 0.25 mol
mol air = 90/18 = 5 mol
fraksi mol glukosa = 0.25/(0.25 + 5) = 0.048
Penurunan tekanan uap jenuh air:

DP = Po. XA = 18 x 0.048 = 0.864 mmHg
2. Massa jenis H2SO4 pekat 49% - massa 1,3 kg/L (Mr H2SO4 = 98). Unuk memperoleh 260 mL H2SO4 0,05 M diperlukan H2SO4 pekat sebanyak…..
Jawab :
Kemolaran H2SO4 pekat (massa jeni = 1,3 kg/L)
M = g/Mr . 1000/mL
= 49/98 . 1000/76,9
= 6,5
V1M1 = V2M2
V1.6,5 = 260 . 0,05
V1 = 2 mL
3. Suatu larutan yang mengandung 3 gram zat elektrolit dalam 100 gram air (Kf = 1,86) mmbeku pada -0, 2790C. massa molekul relatif zat tersebut adalah…..
jawab :
∆Tf = Kf . g/Mr . 1000/P
0,279 = 1,86 . 3/Mr . 1000/100
Mr = 200
4. Berapakah konsentisi hidrogen flourida dalam larutan HF 0,01 M yang terdisosiasi sebanyak 20%.....
Jawab :
Molekul HF sebanyak 20% terdisosiasi menjadi ion-ion H+ dan F-, dan tinggal 80% yang tetap terlarut sebagai HF.
HF = 80/100 . 0,01 M = 0,08 M
5. Pada konsentrasi yang sama larutan elektrolit kuat membeku pada suhu yang lebih tinggi daipada elektrolit lemah
SEBAB
Pada konsentrasi yang sama larutan elektrolit kuat menghasilkan jumlah ion-ion yang lebih banyak daripada jumlah ion-ion yang dihasilkan oleh elektrolit lemah
Jawab :
Penerunan titik beku, ∆Tf = Kf.m.i
Untuk larutan nonelektrolit, i = 1
Untuk larutan elektrolit, i = 1 + (n-1)α
Dengan konsentrasi yang sama, larutan elektrolit mempunyai penurunan titik beku yang lebih besar, sehingga titik bekunya lebih rendah. Semakin kuat suatu elektrolit, semakin banyak molekulnya yang akan mengion.

DAFTAR PUSTAKA
 http://irshadi-bagas-4all.blogspot.com/2008/01/teori-asam-basa-dan-garam.html
 http://sahri.ohlog.com/larutan-buffer.cat3433.html
 Keenan. Kleinfelter. 1979. Kimia Universitas. Knoxville, Tennesse : Erlangga
 Johnson S, 2003. Soal dan Pembahasan Kimia. sBandung : Erlangga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar